Infrastruktur Terancam Mandek, Waka DPRD: Perlu Inovasi Pembiayaan Segera
IKK.COM - Wakil Ketua DPRD Provinsi Jambi, Ivan Wirata, kembali menyoroti kondisi keuangan daerah yang dinilai belum memadai untuk mendukung percepatan pembangunan infrastruktur. Ia mengingatkan Pemerintah Provinsi Jambi untuk segera meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) agar tidak terjadi krisis fiskal lanjutan.
Ivan menegaskan bahwa pemerintah daerah harus memiliki strategi jelas dalam memperkuat pendapatan. Menurutnya, penyusunan peta jalan fiskal jangka menengah menjadi kebutuhan mendesak agar target pembangunan strategis tidak terhambat.
“Pemprov Jambi harus segera menyusun peta jalan fiskal dengan target peningkatan PAD melalui reformasi pajak daerah, intensifikasi sektor pertambangan legal, dan digitalisasi pelayanan pajak. Jika tidak dilakukan, maka pembangunan strategis akan sulit tercapai,” ujar Ivan. Selasa (05/08/2025).
Ia menyebut kemampuan fiskal Jambi saat ini masih terbatas, sementara kebutuhan pembangunan infrastruktur terus meningkat untuk mendorong efisiensi dan pertumbuhan ekonomi daerah.
“Ketika infrastruktur membaik, pergerakan barang dan jasa lebih cepat, dan nilai tambah ekonomi meningkat. Dua sektor ini memiliki hubungan timbal balik yang sangat kuat,” katanya.
Politikus Golkar tersebut juga mendorong Pemprov Jambi membuka ruang pendanaan baru, seperti skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), pinjaman daerah produktif, serta kemitraan investasi swasta.
Selain itu, ia meminta pemerintah mengutamakan belanja yang memberikan manfaat langsung bagi masyarakat dan tidak terjebak pada program nonprioritas.
“Jika belanja pegawai terus mendominasi, ruang fiskal makin sempit. Infrastruktur adalah kunci untuk membuka lapangan kerja dan menarik investasi. Gali potensi pendapatan secara optimal, jika tidak, siap-siap saja defisit jilid dua,” tegasnya.
Berdasarkan outlook fiskal 2025 pada rancangan KUA-PPAS, total Pendapatan Daerah ditargetkan Rp 4,3 triliun. Dari jumlah itu, PAD hanya sekitar Rp 1,86 triliun atau 15,63 persen. Selebihnya bergantung pada dana transfer pemerintah pusat sebesar Rp 2,42 triliun yang cenderung stagnan.
Kondisi tersebut dinilai menjadi hambatan besar bagi percepatan pembangunan infrastruktur strategis serta upaya mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
“Kalau struktur anggaran tidak segera dibenahi dan inovasi pembiayaan tidak dilakukan, pembangunan pelabuhan sungai, infrastruktur dasar, dan proyek-proyek strategis lainnya akan tersendat,” ujar Ivan. (Adv)